Rabu, 07 November 2018

Mengulas Interior DFSK Glory


Produk mobil keluarga sekarang ini bisa dibilang sangat beragam dan sangat banyak jenis dan tipenya. Hal tersebut dikarenakan juga dengan semakin tingginya permintaan terhadap produk mobil keluarga ini. Ada salah satu produk mobil keluarga yang bisa Anda pilih sebagai rekomendasi yaitu mobil suv keren murah SUV DFSK Glory 580. Produk mobil keluarga satu ini merupakan mobil keluarga keluaran terbaru dan baru-baru ini mulai dipasarkan di Indonesia. Walaupun mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini merupakan produk Cina dan harganya sangat miring. 

Tetapi performa, tampilan, desain dan aspek lainnya bisa memuaskan para pemiliknya. Anda bisa menikmati mobil SUV dengan kisaran harga Rp230 jutaan saja. Tentunya hal tersebut tidak boleh terlewatkan mengingat harga mobil SUV terkenal cukup melambung tinggi. Berikut ini ulasan mengenai spesifikasi mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 lebih lanjut. Pertama-tama kita bahas mengenai interior mobil ini yang lumayan mewah serta patut untuk diacungi jempol. Dirasa cukup mewah karena budget untuk memiliki mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini hanya sekitar 230 juta saja. Dari warna gelapnya bisa memunculkan kesan yang sporty dan juga elegan. 

Ada salah satunya instrumen yang membuat mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini terlihat semakin mewah yaitu adalah keberadaan sun roof. Disamping itu, jok pada mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini juga dibuat dari kulit yang berkualitas. Panjang ruang bagasi pada mobil DFSK ini yaitu antara 390 hingga 1.960 mm. Tentunya sepeda saja bisa muat untuk masuk ke dalam bagasi mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini. Selain itu, terdapat 30 buah ruang penyimpanan pada mobil DFSK Glory ini. Lalu bagaimana dengan rival mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini yaitu CR-V? Tentunya jelas kalau mobil yang harganya sekitar setengah miliar tersebut mempunyai interior yang sekelas kendaraan mobil Eropa. 

Dasbordnya dilengkapi dengan material yang soft touch, terdapat sunroof juga, serta panel kayu dengan warna hitam doff. Bisa dibilang, soal interior memang mobil keluarga SUV DFSK Glory 580 ini kalah, tetapi tidak terlalu kalah telak. Itu tadi beberapa ulasan mengenai mobil suv DFSK Glory 580 yang merupakan produk kendaraan mobil keluarga keluaran terbaru. Anda bisa memilih mobil suv DFSK Glory 580 ini sebagai rekomendasi mobil keluarga yang murah, mewah, trendy dan handal ini. Anda tidak perlu lagi mengeluarkan uang yang banyak lagi untuk mendapatkan kendaraan keluarga yang top class seperti mobil suv DFSK Glory 580 ini. Apalagi sekarang ini sudah banyak mobil SUV dengan harga yang sangat tinggi atau tidak terjangkau kaum masyarakat menengah. Anda tidak perlu khawatir mengenai segi mesin, interior, eksterior, fitur keamanan ataupun fitur hiburan pada mobil suv DFSK Glory 580 ini. 

Meski kendaraan mobil suv DFSK Glory 580 ini besutan negeri China, tetapi kualitasnya mampu bersaing dengan kendaraan mobil suv lainnya. Sekian saja informasi otomotif kali ini, semoga Anda bisa lebih paham lagi mengenai mobil suv DFSK Glory 580 yang saat ini sedang hype dan diminati banyak orang. Bagi Anda yang berminat untuk segera memiliki mobil suv DFSK Glory 580 ini, maka Anda bisa segera memesannya karena harganya sangat murah untuk golongan mobil suv keluarga. Pastinya mobil suv DFSK Glory 580 ini dapat menjadi mobil keluarga yang sangat memuaskan.

Jumat, 10 Agustus 2018

Beda Kepala, Beda Suara? Wajar! So, Stop Mom War!

Sejujurnya, saya suka minder jika harus menuliskan artikel bertema parenting. Soalnya, saya sendiri belum menikah dan mungkin ibu-ibu di luar sana (yang membaca tulisan ini) bisa langsung judge, "Situ aja belum nikah, sok-sok-an nulis naskah parenting." Sebab, yang saya percayai:
Guru terbaik dalam kehidupan adalah pengalaman, dan setiap pengalaman tidak harus kita sendiri yang mengalaminya. Kita bisa belajar dari pengalaman orang-orang di sekitar, asalkan kita bijak dalam menyikapi dan menyortir: apakah pengalaman ini, baik atau buruk? Apakah pengalaman si A, cocok dengan kondisi kita atau tidak? 
Bagi saya pribadi, walaupun terkadang saya terkesan cuek. Sebenarnya saya suka memperhatikan situasi sekitar. Kita hanya perlu lebih bersimpati terhadap permasalahan seseorang. Kalau sampai hati dan mampu membantu menyelesaikan permasalahannya, itu lebih bagus lagi. Hanya saja, saat seseorang memiliki suatu masalah, tidak semua orang mau menerima pertolongan dari kita. Malah mereka keras kepala dengan keputusan mereka sendiri.Kalau sudah begitu, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak boleh memaksa apalagi mencecar orang tersebut karena keputusan yang dia ambil.

Ah, pembahasan saya mulai melebar ke mana-mana. Padahal rencananya saya mau menanggapi tulisan Mak Indri, soal Stop Mom War. Iya saya telatttt banget nanggapinnya, T_T maaf ya.

Intinya, kata Mom War sendiri pada awalnya saya kurang paham (berhubung saya belum nikah kan :D) sampai akhirnya Mak Indri mengangkat tema tersebut sebagai judul artikel, saya jadi lebih paham. Ternyata di kalangan ibu-ibu ada peperangan juga ya? Duh, maaf kalau kesannya saya sarkas karena memang menurut saya hal itu agak lucu.

Untuk apa sih ada Mom War jika kondisi satu ibu dengan ibu lainnya berbeda? Kita kan tidak bisa menyatukan "suara" dari "kepala" yang berbeda-beda. Apalagi kalau perbedaannya jauh banget, seperti:

1. Perbedaan Latar Belakang Adat



Tentunya tiap suku dan daerah punya cara sendiri dalam mengasuh dan membesarkan anak. Ada yang mendidik anaknya harus menjaga sopan santun dan tata krama, sampai terkesan dikekang. Namun, ada pula yang membebaskan anaknya merantau ke sana ke mari demi mengejar masa depan. Siapa yang salah? Tidak ada ... Sekalipun ada cara si A salah, belum tentu cara kita paling benar.

2. Perbedaan Usia
Terlebih zaman sekarang, banyak banget pasangan yang memutuskan menikah muda. Ibu muda yang katanya cenderung masih labil, meski saya yakin tidak ada jaminan bahwa perempuan yang menikah di atas 25 tahun akan lebih dewasa dalam mendidik anak mereka.

3. Perbedaan Zaman



Zaman sudah semakin berkembang, pola pikir seseorang yang lahir di tahun 70-an dengan tahun 90-an tentu berbeda. Contohnya: Ibu-ibu zaman dulu lebih memilih berobat secara tradisional, sedangkan ibu zaman sekarang yang katanya sedikit-sedikit "cek dokter" sedikit-sedikit "obat rumah sakit". Perbedaan pendapat yang kemudian menerbitkan perang sebagai ajang saling menyalahkan dan merasa paling benar. Sangat disayangkan bukan?

4. Perbedaan Kondisi Hubungan antar Suami-Istri, Ibu-Anak, Ayah-Anak.
Ada seorang ibu yang membesarkan anaknya dengan lemah lembut dan kasih sayang, ada pula yang keras dan tampak seperti tidak sayang padahal sebenarnya sayang. Kita mungkin gemas melihat pola asuh ibu yang terlalu keras dan kasar kepada anaknya. Tapi eitsss... kita jangan langsung menyudutkan apalagi perang. Bisa saja ibu itu sedang berusaha melindungi anaknya dari sang ayah yang suka melakukan kekerasan fisik, mendidik anaknya agar tidak manja, atau malah menghukum anaknya yang kelewat nakal.

5. Perbedaan Keuangan Keluarga



Kita tidak pernah tahu alasan seorang ibu memilih bekerja dan menitipkan anaknya kepada orang lain (pembantu, pengasuh, neneknya si kecil, atau neneknya dari pihak suami). Orang hanya melihat bagian depan, "Oh si X diasuh sama neneknya dari kecil. Ibunya kebanyakan kerja, nggak peduli begitu kelihatannya." dan yang tidak mereka tahu, si ibu baru saja bercerai dari suaminya sehingga dia menjadi tulang punggung keluarga, atau malah si suami ternyata gajinya kecil sehingga sang istri berinisiatif membantu mencari pemasukan tambahan.

Itu hanya beberapa contoh perbedaan, saya yakin masih banyak perbedaan lain yang bisa menguatkan kata Please Stop Mom War!. Jikalau kita merasa cara mengasuh seorang ibu salah, kita bisa merangkul dan memberitahunya cara seperti apa yang menurut kita baik.

Namun, ketika dia menolak untuk menerima saran dari kita, ya sudah ... Kita tidak bisa memaksanya. Kehidupannya, dia yang jalani. Susah senang dia yang merasakan. Kita harus tahu batasan diri sebagai "penasihat", karena pada akhirnya semua keputusan ada pada si ibu itu.



* * * * *

Tulisan ini dibuat sebagai tanggapan pribadi saya terhadap artikel Stop Mom War: Dimulai dari Diri Sendiri yang ditulis oleh Mak Indrinoor dalam #KEBBloggingCollab


Senin, 21 Mei 2018

Mendidik Anak Pertama? Be Positif Thinking Bunda

Menunggu kelahiran bayi memang mendebarkan, ya Bun? Tapi mendidik bayi hingga tumbuh menjadi anak dengan kepribadian baik, jauh lebih menegangkan lho. Apalagi jika anak tersebut adalah anak pertama, akan menjadi pengalaman pertama Bunda dalam mendidik anak.

Mungkin Bunda sudah belajar dari pengalaman ibu-ibu lain, tetapi menerapkan dan merasakan sendiri pengalaman-pengalaman tersebut, belum tentu hasilnya sama. Kok begitu? Bunda perlu ingat, tiap-tiap anak adalah individu yang berbeda, sehingga fase pertumbuhan dan psikologisnya pun berbeda. Jadi, Bunda tidak boleh terpaku dengan pengalaman orang lain, apalagi menjadikannya sebagai tolak ukur atas keberhasilan mendidik anak. Misalnya, ada anak tetangga yang berusia 1,5 tahun sudah bisa salim dengan orang dewasa, sedangkan anak Bunda belum. Jangan khawatir! Jangan buru-buru menganggap anak Bunda gagal. Sebab, pemikiran negatif Bunda itu justru akan berdampak buruk bagi si kecil.

Pikiran yang negatif biasanya akan memengaruhi perilaku yang negatif. Jika Bunda sudah berpikiran negatif terhadap anak, maka bisa jadi tindakan-tindakan yang diambil pun cenderung negatif. Oleh karena itu, cobalah untuk senantiasa berpikir positif. Fokuskan perhatian Bunda untuk mendidik dan mengubah akhlak si kecil sesuai dengan akidah Islam yang benar.

Ubah Pikiran Negatif Menjadi Positif

Sebelum mengubah perilaku anak, ubahlah pola pikir Bunda terlebih dahulu. Karena sebagai sosok yang lebih sering berada di sisi anak, Bunda tentu punya peran yang lebih aktif dalam mengubah sifat dan perilaku si kecil.

Berikut beberapa contoh pola pikir negatif yang perlu Bunda ubah:

1. Anak kecil suka sekali meniru orang dewasa. Ketika Bunda suka memegang handphone di dekat anak, baik itu untuk menelepon, chatting, atau menonton video, si kecil akan memerhatikan dan mulai mengikutinya. Suatu ketika ia meniru perilaku Bunda dan menjadi kesal jika tidak diberikan handphone.
  • Pikiran negatif: “Karena aku sering main handphone di dekat anak, dia jadi ikut-ikutan. Sekarang aku pusing sendiri kalau dia sudah nangis. Kalau dikasih, matanya lama-lama bisa rusak. Kalau tidak dikasih, nangisnya akan semakin kencang.”
  • Pikiran positif: “Aku harus bisa menahan keinginan anak untuk main handphone. Dia perlu dialihkan dengan permainan lain yang tidak membahayakan matanya.”
2. Anak mulai terlihat aktif, suka berlari-larian sampai mengacaukan mainan yang sudah Bunda rapikan.
  • Pikiran negatif: “Ya Allah, lama-lama aku bisa gila menghadapi kekacauan yang dibuat anakku. Kenapa dia sangat aktif dan tidak bisa diam?”
  • Pikiran positif: “Ya Allah, anakku aktif banget. Kira-kira dia punya bakat apa ya, yang bisa dikembangkan?”
3. Anak bukan hanya aktif secara fisik, melainkan juga aktif bertanya-tanya.
  • Pikiran negatif: Aduh, kenapa anak ini terus menanyakan hal yang tidak aku kuasai? Menyusahkan saja!
  • Pikiran positif: “Alhamdulillah, ternyata anakku suka belajar. Wawasannya mulai terbuka. Aku harus lebih banyak membaca buku dan artikel agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan darinya.”
4. Anak mulai tumbuh sampai merasa dirinya bukan lagi anak kecil. Semakin keras kepala dan tidak mau lagi dibantu orangtua.
  • Pikiran negatif: “Anakku mulai keras kepala! Umur masih kecil saja sudah sok bilang bukan anak kecil. Bikin orangtua khawatir saja!”
  • Pikiran positif: “Waw, anakku sepertinya mulai belajar mandiri. Aku harus mendukungnya, aku perlu mengajari dan memantaunya agar dia tidak melakukan kesalahan.”
5. Anak mulai bertindak di luar aturan dan suka membantah. Kadang-kadang Bunda emosi dibuatnya, ingin marah namun takut menyakiti mental anak hingga akhirnya lelah sendiri. 
  • Pikiran negatif: “Aku capek, anak itu benar-benar tidak bisa menurut kepadaku. Aku sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, aku menyerah.”
  • Pikiran positif: “Pasti masih ada cara untuk memperbaiki perilakunya. Aku harus bersabar, aku harus kuat, ini hanya masalah waktu. Aku yakin anakku akan berubah.”
6. Anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan Bunda di rumah. Mulai dari membereskan rumah, memasak makanan, sampai memandikan anak, Bunda yang melakukannya sendiri. Bunda merasa telah banyak berkorban untuk anak, namun anak lebih dekat dengan ayahnya. Bahkan anak terlihat lebih penurut dengan ayahnya dibandingkan Bunda.
  • Pikiran negatif: “Kurang baik apa aku mendidik anakku? Kurang sabar apa? Mengapa dia hanya menurut kalau ayahnya yang meminta?”
  • Pikiran negatif: “Alhamdulillah, anakku dekat dengan ayahnya. Bagaimanapun ayahnya sudah susah payah bekerja untuk menghidupi kami. Dia juga perlu menyayangi ayahnya, sebagaimana dia menyayangi aku sebagai ibunya.”







***
Sumber:

Selasa, 27 Maret 2018

Antara Plagiasi dan Permintaan Maaf



Belakangan ini sedang ramai kasus plagiasi yang dilakukan oleh perempuan berinisal D. Hampir-hampir mirip dengan Mrs. A yang namanya dulu pernah melambung karena tulisan kontroversial, “Islam Warisan” namun ternyata tulisan itu dinyatakan plagiat.

Sebenarnya dulu, waktu kasusnya Mrs. A, saya merasa kesal juga. Kok ada ya, plagiator yang tidak tahu malu, mentang-mentang diundang ke sana kemari bahkan oleh presiden sekali pun, ketika aibnya terbongkar dia hanya membuat surat permintaan maaf, namun masih juga diselipkan sisa-sisa sifat arogannya.

Waktu itu saya terlalu malas untuk menanggapi kasus Mrs. A, karena anak yang sudah besar kepala seperti itu kalau belum kena batunya susah sadarnya. Tapi kali ini muncul kasus yang serupa, plagiasi puluhan cerpen yang bahkan tulisan-tulisannya bukan hanya tersebar di media sosial, melainkan juga di media cetak koran. Wow ... Setelah satu persatu kasus terbongkar, dia mulai menuliskan surat permintaan maaf secara terbuka.

Dibilang kecewa, pasti! Tapi jujur saya mengapresiasikan niat baik dia dengan adanya surat itu. Pasti butuh keberanian besar, meski di sana tidak dituliskan alasan dia melakukannya. Ini tidak bisa dikatakan khilaf karena lebih dari 20 cerpen, tidak bisa dikatakan khilaf karena dia mendiamkannya lebih hampir empat tahun. Terlepas dari apakah benar dia seorang penulis atau hanyalah pembaca yang ingin berubah status menjadi penulis terkenal, tapi melakukan plagiat tetaplah sebuah penipuan. Mengapa tidak ada sanksi tegas atas kasus penipuan semacam ini?

Saya jadi teringat kisah pemecatan Khalid bin Walid yang dilakukan oleh Umar Bin Khaththab. Berawal dari masa kekhalifahan Abu Bakar, pasukan Muslim di bawah kepemimpinan Amru bin Ash dan Khalid bin Walid mendatangi Suku Quda’ah dan Bani Asad, dengan maksud menghadapi kaum yang murtad dan mengembalikan mereka pada ajaran Islam yang benar. 
Singkat cerita, setelah Khalid bin Walid berhasil menumpas pembangkangan Bani Asad, kaum Muslimin bergerak maju menuju perkampungan Bani Tamim yang juga melakukan pembangkangan. Malik bin Nuwairah, sang pemimpin Bani Tamim berhasil dibunuh oleh Khalid. Namun, belum juga darah Malik mengering, Khalid menikahi Laila, istri dari Malik bin Nuwairah.  
Tindakan Khalid ini menyalahi adat kebiasaan orang-orang Arab yang seharusnya menghindari perempuan saat peperangan. Apalagi pembunuhan Malik bin Nuwairah itu dilakukan setelah ia menyatakan keislamannya. 
Atas tindakan itu, Khalid dilaporkan kepada Khalifah Abu Bakar. Ada dugaan, Khalid sengaja membunuh Malik dikarenakan sebelumnya sudah lebih dulu mencintai Laila. Ia melakukan tipu muslihat seolah-olah Malik berhak dibunuh akibat pembangkangan. Namun, Khalifah Abu Bakar tak lebih daripada membayar diat (tebusan) atas kematian Malik dan menulis surat agar para tawanan dibebaskan. 
Ada beberapa pihak yang tidak menyukai keputusan Khalifah Abu Bakar, salah satunya Umar bin Khaththab. 
“Pedang Khalid itu sangat tergesa-gesa, tidak ada perhitungan dan harus ada sanksinya,” kata Umar dengan nada meninggi. 
“Wahai Umar! Ia telah membuat pertimbangan tetapi meleset. Janganlah berkata yang bukan-bukan tentang Khalid,” jawab Abu Bakar. 
Pada waktu itu, kaum Muslim sangat membutuhkan Khalid bin Walid dalam kepemimpinan militernya yang jenius. Itu sebabnya, Abu Bakar tidak sampai memecatnya. Namun, Umar tetap saja marah besar kepada Khalid. Umar tidak ingin diam begitu saja melihat orang membunuh seorang Muslim, lalu menikahi istrinya. Sekali pun ia bergelar Saifullah (pedang Allah) dan telah berjasa menumpas kaum pembangkang, tetap saja hukum harus ditegakkan. 
Penegakan hukum bisa dalam kondisi berbahaya jika mulai ada perbedaan dalam memperlakukan manusia. Ada yang dibiarkan melakukan pelanggaran hukum, sementara yang lain dijatuhi hukuman. Umar berpendapat bahwa seseorang tidak lepas dari dosanya sebelum ia menebusnya. 
Sampai tiba masanya, Umar dipilih menjadi Khalifah untuk menggantikan Abu Bakar, hal pertama yang ia lakukan adalah memecat Khalid bin Walid. Khalid sendiri pun tidak marah, ia menerima semua keputusan itu termasuk menyerahkan kepemimpinan perang kepada Abu Ubaidah.

Apa hubungannya?

Memang, kisah pemecatan Khalid bin Walid mungkin tidak bisa disamakan dengan kasus plagiasi Mrs. D. Kisahnya sangat jauh berbeda, tapi ada banyak hal yang bisa kita ambil hikmahnya. Betapa perkataan Umar itu ada benarnya, 
Umar tidak ingin diam begitu saja melihat orang membunuh seorang Muslim, lalu menikahi istrinya. Sekali pun ia bergelar Saifullah (pedang Allah) dan telah berjasa menumpas kaum pembangkang, tetap saja hukum harus ditegakkan.
Kita tidak bisa membeda-bedakan apakah orang yang melakukan kesalahan itu adalah orang penting atau bukan, orang yang terdekat dengan kita, atau apakah kita mengenalnya atau tidak. Kesalahan tetaplah kesalahan yang harus berikan sebuah hukuman. Hukuman di sini tidak terbatas dengan kata “pidana” ataupun “penjara” meskipun pelanggaran akan kasus plagiasi sendiri sebenarnya sudah ada undang-undang yang mengaturnya. Tapi, amat disayangkan jika sebuah penerbit malah ikut membela si plagiator hanya karena hubungan kedekatan, seakan menutup mata bahwa yang dilakukan si plagiator itu kesalahan fatal. Jadi, untuk apa ada tulisan “Dilarang memperbanyak isi buku tanpa izin dari penerbit. Hak cipta dilindungi undang-undang.” Kalau bahkan penerbit itu sendiri malah membelanya?

Andai kata, orang yang memplagiat itu tidak dekat dengan penerbit X? Apakah penerbit itu juga akan membelanya mati-matian? Penerbit X pasti punya pertimbangan, seperti Khalifah Abu Bakar yang memutuskan untuk tidak memecat Khalid karena masih membutuhkan jasanya dalam kemiliteran. Tapi apa pun pertimbangannya, saya lebih mendukung keputusan yang dilakukan oleh Khalifah Umar. 

Penerbit buku adalah tempatnya para penulis bisa merasa aman, sebab karya-karya mereka telah diterbitkan secara sah dengan bukti fisik berupa buku. Maka, bukankah sudah sepatutnya penerbit ikut memberi sanksi tegas kepada orang-orang yang melakukan plagiasi? 

Saya tidak meminta penerbit untuk memblacklist Mrs. D. Walaupun setahu memblacklist seorang plagiator bukanlah berita baru, itu sudah umum dan sah terjadi. Misalnya Grup Unsa (salah satu tempat Mrs. D menang lomba menulis) yang akhirnya mencabut gelar runner-up Mrs. D dan memblacklistnya selama 2 tahun. Agar apa? Agar memberi efek jera kepada Mrs. D dan tidak ada lagi orang-orang yang melakukan hal yang sama (memplagiat naskah).
Memblacklist bukan berarti membenci plagiator, melainkan membenci tindakan plagiatnya.
Saya hanya takut, ke depannya ... jika tak ada sanksi tegas, lalu dengan begitu mudahnya seorang plagiator meminta maaf, serta mendapat dukungan dan kepercayaan dari orang-orang terdekatnya, bahkan penerbit yang pernah menelurkan bukunya, plagiator-plagiator di luar sana jadi menggampangkan kejadian ini.
“Ah, tinggal copas naskah orang, kalau ketahuan tinggal bikin surat permintaan maaf terbuka. Nggak perlu mendengarkan omongan netizen yang pedas, nanti hilang dengan sendirinya.”
Lalu, untuk Mrs. D, jadilah Khalid yang berlapang dada. Surat permintaan maaf bukanlah bentuk pertanggungjawaban terakhir, apalagi dijadikan solusi untuk menyelesaikan masalah dengan mudah, semudah kamu menerbitkan buku dengan cara plagiat. 

Permintaan maaf secara terbuka hanyalah awal, maka perlu dilanjutkan ... Jelaskan dengan gagah naskah mana saja yang sudah kamu plagiat, beritahu orang-orang yang dulu pernah menjadi pembaca setiamu. Lebih bagus lagi kalau kamu bisa mengembalikan semua uang hasil menang lomba ataupun honor hasil plagiatmu itu. Kalau memang tidak bisa, ya saya tidak bisa memaksa, karena kondisi seseorang beda-beda. Tapi saya ingin mengingatkan bahwa uang hasil penipuan itu jatuhnya haram, dan apabila kamu bertobat tanpa mengembalikannya, bisa berubah menjadi utang yang akan terus kamu bawa mati. Kecuali, mungkin pihak yang kamu rugikan mengikhlaskan uang-uang itu.


*** 

Cerita mengenai Khalid bin Walid disadur dari buku the Golden Story of Umar bin Khaththab terbitan Maghfirah Pustaka.

Rabu, 21 Maret 2018

Sajak Indah Tentang Perang Badar



Judul Buku : Kisah Berima Asmaul Husna Al-Fattah
Kategori      : Non Fiksi Anak
Penerbit      : Maghfirah Kids
Penyusun    : Syarifah Levi
Tebal buku : 24 halaman
Cetakan      : Pertama, September 2017

Buku ini sama sekali berbeda dengan buku-buku anak terbitan Maghfirah Pustaka lainnya. Jika pada serial Kika, pembaca disuguhkan cerita petualangan gadis cilik berdasarkan ayat al-Quran. Lalu, AAQ yang mengadopsi konsep komik dan referensi. Buku Kisah Berima ini cenderung menekankan gaya bahasanya yang indah. Ya iyalah, namanya juga kisah berima, otomatis tulisan yang disajikan terkesan seperti sajak-sajak.
Andai kaum Muslim kalah di Perang Badar. 
Islam akan musnah dan tak kan bersinar.
Inilah perang umat Islam pertama kali. 
Agar kalimat tauhid tetap abadi.
Pasukan Muslim sedikit, dengan bekal seadanya. 
Sedangkan musuh banyak, bekal lengkap semuanya. 
Sebagian pasukan Muslim merasa sedih.
Terbayang mereka akan kalah.
(Halaman 10-13)
Membaca sajak dan syair memang menyenangkan. Cerita yang sudah pernah kita dengar sekalipun menjadi berbeda nuansanya, menjadi indah. Namun, yang perlu digarisbawahi tidak semua orang memahami bahasa sajak, terutama anak-anak. Karena bahasa sajak pada umumnya menggunakan kata-kata yang rumit dan berat. Anak-anak tidak suka itu, mereka lebih suka bahasa yang sederhana, to the point, dan bisa dengan cepat mereka tangkap maknanya.

Nah, yang saya suka, buku Kisah Berima Asmaul Husna Al-Fattah ini meskipun bergaya bahasa sajak, kalimat-kalimatnya sederhana dan mudah dipahami sehingga ini bisa menjadi poin plus.


Ilustrasi gambarnya juga menarik, mendukung, dan sesui dengan isi sajak. Sekadar informasi, buku ini berkisah tentang perjuangan umat Muslim melawan musuh kafir dalam perang Badar. Tentu saja dalam buku tersebut ada ilustrasi tokoh-tokoh Muslim, termasuk Rasulullah. Tapi eeiitsss ... Sosok Rasulullah tentu tidak digambarkan secara gamblang, sebab seperti yang kita ketahui beliau adalah manusia agung pilihan-Nya. Rasulullah digambarkan bagai cahaya rembulan dan agar mudah dikenali, ditambahkan bahasa Arab yang bertuliskan nama beliau.


Hal lainnya yang perlu diketahui dari buku ini, meskipun kisahnya tentang peperangan, kita tidak perlu takut memberikan buku ini kepada anak. Karena sejatinya, kisah yang dituturkan di sini jauh dari kata-kata kekerasan. Ilustrasinya pun malah terkesan lucu dan imut. Intinya, semua lebih mengarah pada perjuangan umat Muslim, kepercayaan Rasulullah kepada Tuhannya, dan pertolongan Allah atas kemenangan dalam perang Badar, sehingga disebutlah dalam asmaul husna bahwa Allah adalah al-Fattah, yang berarti Pemberi Kemenangan.

Selasa, 06 Maret 2018

UMAR BIN KHATHTAB: dari Seorang Penentang Menjadi Pelindung Rasulullah SAW





Sejarah hidup para sahabat Nabi merupakan kisah-kisah yang menarik untuk dibaca. Selain tentang kezhuhudan mereka kepada Allah SWT, juga mengenai perjuangan dan ketulusan mereka selama mendampingi Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam.


Salah satu sahabat Nabi yang kisah hidupnya bisa menjadi inspirasi adalah Umar bin Khaththab, sosok yang tinggi, tegap, dan memiliki watak pemberani. Sebelum mengimani Islam, Umar telah lebih dulu dikenal sebagai penentang yang sangat keras. Ia bahkan tidak segan-segan memukuli budak perempuannya yang ketahuan beriman kepada ajaran Nabi SAW dan tidak mau kembali pada ajaran nenek moyang kaum Quraisy.

Yup, dari buku berjudul the Golden Story of Umar bin Khaththab ini, pembaca akan diajak untuk menelusuri masa lalu Umar sebelum ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Tapi meski dulunya Umar seorang penentang, ia tetaplah sosok yang berkepribadian baik. Umar berasal dari garis keturunan suku Quraisy, suku bangsawan dan terpandang di kalangan kaumnya pada masa itu. Keluarga dari pihak ayah maupun ibunya, juga dikenal baik dan bijak dalam mengambil keputusan (kakeknya Umar adalah hakim yang disegani). Umar pun kerap membantu orang-orang menyelesaikan perkara-perkara mereka, ia memuliakan istri-istrinya, dan memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Mungkin bisa dibilang, salah satu kesalahan terbesar Umar pada saat itu adalah sempat memusuhi Islam dan Rasulullah SAW.

Umar bin Khaththab Masuk Islam
Makkah di suatu hari. Rasulullah SAW tengah memanjatkan sebuah doa dengan khusyuk. Wajahnya penuh harap doanya terkabul mengingat betapa beratnya tantangan dakwah yang akan dihadapinya. Lantunan kata terucap dari mulutnya. "Ya Allah ... buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini, (yaitu) Amr bin Hisyam atau Umar bin Khaththab." 
Allah subhanahu wa ta'ala mengabulkannya dengan memilih Umar bin Khaththab sebagai salah satu pilar kekuatan Islam, sedangkan Amr bin Hisyam meninggal sebagai Abu Jahal.
- Halaman 17
Bahkan seorang Rasul pun memberikan Umar doa khusus agar cahaya Islam dapat masuk ke relung hatinya. Maka, atas izin Allah, Umar pun masuk Islam. Benar saja, masuknya Umar ke dalam Islam, nyatanya membawa perubahan besar terhadap penyebaran Islam, yang awalnya masih sembunyi-sembunyi, (kemudian dengan adanya Umar) menjadi berdakwah secara terang-terangan. Salah satunya dengan pawai mengelilingi Ka'bah.
Setelah kaum Muslim berkumpul di rumah Arqam, dengan sigap Umar mengumpulkan dan memerintahkan kaum Muslim untuk berbaris. Umar dan Hamzah menyelempangkan busur beserta anak panahnya sambil membawa pedang. Mereka pawai sambil lantang mengucapkan, "La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullahu." 
Kaum Muslim yang berada di belakangnya secara serempak membaca apa yang dibaca Umar dan Hamzah. Umar berkata dengan suara lantang, "Siapa yang berani mengganggu salah satu yang ada di belakangku, pedang ini akan menggorok lehernya."
- Halaman 54
Tapi tidak hanya sampai di situ, buku ini juga mengisahkan betapa besar cinta dan ketulusan Umar kepada Rasulullah, sampai-sampai ketika beliau wafat, Umar hampir tidak dapat menahan emosinya. Ia baru bisa ditenangkan setelah mendengar nasihat sahabatnya, Abu Bakar.

Umar juga menjadi orang yang mendukung dan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah pertama, sebab ia merasa terlalu keras untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, takdir berkata lain ketika Abu Bakar akhirnya wafat, Umar pun akhirnya dibaiat oleh kaumnya untuk menjadi khalifah pengganti Abu Bakar. Begitulah kisah selanjutnya hingga Umar wafat.

Material Book

Buku ini memiliki kualitas yang sangat bagus. Dari segi bahasa, buku ini sangat enak dibaca, bahasanya yang sederhana, dan mudah dipahami. Ada penjelasan atau semacam footnote apabila ada istilah-istilah khusus, tentu saja itu membantu para pembaca awam yang sebelumnya tidak terbiasa membaca buku-buku agama.

Sedangkan dari segi fisik bukunya. Buku memiliki cover yang tebal alias hard cover, hingga menambah kesan bahwa buku ini ibarat sebuah "kitab" yang bisa kita gunakan sebagai referensi untuk mendalami kisah hidupnya sang Amirul Mukminin.


Selain itu, beberapa keunggulan yang bisa pembaca dapatkan dalam buku ini, yaitu:

*Terdapat foto-foto ekslusif
*Terdapat gambar-gambar ilustrasi
*Terdapat tabel dan peta
*Full colour
*Kertas lux licin

Sangat rekomendasi untuk dibaca!

Senin, 08 Januari 2018

Menjemput Hidayah di Awal Tahun

Judul buku : Bertaubatlah Agar Menang Dunia Akhirat
Pengarang  : Dr, Aidh bin Abdullah al-Qarni
Penerbit      : Maghfirah Pustaka
Penyunting : Luqman Junaidi
Terbitan      : Cetakan ketiga, Maret 2006
Halaman     : 344 halaman

Bertaubatlah Agar Menang Dunia Akhirat, sebuah karya yang pas untuk mengiringi niat dan sikap positif di awal tahun. Meski buku ini bukan tergolong buku baru, namun tema yang disuguhkan bersifat timeless. Memang, tidak akan pernah ada masa kedaluwarsa membahas dan membicarakan buku-buku agama, terutama buku tentang bertaubat. Karena sejatinya, manusia tidak akan pernah bisa memprediksi, kapan hidayah akan datang kepadanya. Seorang manusia tidak bisa tahu kapan hatinya akan tersentuh dan matanya menangis karena merasa berdosa. Tapi meski begitu, bukan berarti manusia bisa bersikap masa bodoh.
Jika hidayah tidak kunjung datang, maka kita perlu menjemputnya.
Itu adalah kalimat yang terbesit di benak saya ketika mulai membaca buku ini. Ya, kalau hidayah belum juga datang, sedangkan tahun telah berganti, sedangkan semakin lama usia kita pun semakin mendekati kematian, maka tidakkah kita takut akan tabungan dosa yang telah kita simpan selama ini? Tidakkah kita ingin mendapatkan hidayah lebih cepat? Tapi, kita harus bagaimana?
Rasulullah saw bersabda, “Maukah kutunjukkan padamu sesuatu yang dapat menghimpun semuanya itu?” Mu’adz menjawab, “Ya, Rasulullah.” Rasulullah saw kemudian memegang lidahnya sambil berkata, “Jagalah lidahmu.” 
Hal paling bahaya yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini adalah lidah. Atas dasar itulah ulama berkata, “Sembilan dari sepuluh dosa berasal dari lidah.” Dalam ihya’ ‘Ulumuddin, al-Ghazali membagi dosa yang disebabkan oleh lidah ke dalam sepuluh bab. Setiap Rasulullah saw mengingatkan seorang hamba tentang dosa, beliau pasti mengingatkan tentang dosa lidahnya. Sebab, lidah cepat melakukan dosa dan kesalahan. Lidah mudah berbicara tanpa perhitungan, dan mengeluarkan perkataan tanpa perasaan seperti membicarakan orang lain, mengadu domba, mengeluarkan kata-kata buruk, serta ucapan bathil yang dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam api neraka selama 70 musim gugur. - Halaman 45
Sebagai manusia, kita tentu pernah berbuat salah. Entah itu dilakukan dengan sengaja atapun tidak sengaja. Bahkan ketika kita tahu bahwa yang kita lakukan itu salah, kita masih saja mengulanginya. Hal itu bisa disebabkan oleh kurangnya iman kita kepada Allah, kurangnya rasa takut kepada Allah dan terhadap dosa-dosa yang telah kita perbuat.

Jadi, bukan karena Allah tidak menyukai kita, sehingga Dia menelantarkan kita dari jalan-Nya. Bukan karena Dia membenci kita, sehingga kita tidak mendapatkan hidayah-Nya. Melainkan karena Dia tahu belum atau bahkan tidak ada kebaikan sama sekali dalam diri kita, sehingga hidayah dari Allah tidak juga tersampaikan.
Rasulullah saw bersabda, “Perumpamaan hidayah dan ilmu yang dengannya aku diutus, seperti hujan yang mengguyur bumi. Ada tanah subur yang menerima hujan tersebut sehingga menumbuhkan rerumputan dan tanaman yang banyak. Ada juga tanah yang hanya bisa menahan air dan bermanfaat bagi manusia, sehingga mereka dapat minum dan bercocok tanam. Ada juga tanah tandus yang tidak bisa menahan air dan tidak menumbuhkan tanaman. Hal demikian adalah perumpamaan orang yang mengambil manfaat dari ilmu dan hidayah yang dengannya Allah mengutusku, sehingga dia mengetahui dan mengajarkannya. Dan perumpamaan orang yang tidak memperhatikan dan tidak menerima hidayah yang dengannya Allah mengutusku. (HR. Bukhari & Muslim) – Halaman 130
Spesifikasi Buku
Mengenai fisik bukunya sendiri, kovernya terbuat dari kertas tebal alias hard cover. Bergambar seseorang yang tengah bersimpuh dan berdzikir memohon ampun. Warna-warna gelap dipadu dengan cahaya-cahaya yang terlihat samar, membuat kovernya terasa hangat. Nuansa tenang dan khusyuk begitu jelas terlihat di kover tersebut, sangat cocok dengan judul bukunya Bertaubatlah Agar Menang Dunia Akhirat.