Selasa, 10 September 2024

PROMOSIKAN BUDAYA BATAK DALAM WEDDING BATAK EXHIBITION 2024

Siapa yang tidak tahu suku Batak? Salah satu suku yang terkenal dengan tarian to-tor dan kental akan nama marganya. Namun, untuk kali pertama di Indonesia, Helaparumaen dan Chathaulos akhirnya mempersembahkan pameran budaya Batak dalam bentuk yang berbeda. Bertemakan WBE (Wedding Batak Exhibition) 2024, pameran ini tidak sekadar mempromosikan budaya Batak secara keseluruhan, tapi juga dari sisi tradisi ruang lingkup pernikahan.

Pameran yang berlangsung selama dua hari itu, 7-8 September 2024 di SMESCO Convention Hall Lt. 2, bermaksud untuk memperkenalkan budaya Batak dengan menghadirkan para vendor di bidang jasa pernikahan mulai dari jasa dekorasi wedding organizer, surat undangan, gaun pernikahan, katering pernikahan Batak, sampai tas-tas yang terbuat dari kain ulos.

Helaparumaen dan Chathaulos sendiri merupakan organisasi yang berdedikasi untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Batak. Keduanya berkomitmen untuk menyediakan platform bagi masyarakat Batak dan masyarakat luas untuk belajar, menghargai, dan merayakan budaya dan tradisi Batak.


Menurut Martha Simanjuntak (Project Director WBE 2024), pameran ini dirancang untuk mempertemukan para vendor pernikahan Batak dan nasional dengan calon mempelai, dengan harapan acara ini bisa menjadi referensi dan inspirasi bagi para calon pengantin Batak dalam mempersiapkan momen sakral mereka.

Lebih dari itu, acara ini juga memberikan ruang bagi talenta muda untuk menampilkan keterampilan dan kreativitas mereka, baik dalam fashion, musik, maupun tarian tradisional Batak. Dengan harapan masyarakat luas dapat melihat bahwa budaya Batak tidak hanya relevan bagi masyarakat Batak sendiri, tetapi juga mampu memberikan inspirasi dan nilai-nilai yang dapat diapresiasi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

"Ini adalah kesempatan emas bagi kami untuk menyatukan budaya Batak dalam konteks kebangsaan yang lebih luas," tambah Martha.

Hongkia Doni Silalahi sebagai Program Director WBE 2024 juga menyampaikan pendapat yang senada, acara ini akan menghadirkan beragam kegiatan menarik, termasuk pameran budaya, fashion show, talk show, konser musik, dan kompetisi make-up artist (MUA). 


Ceremonial Acara Hari Pertama

Pembukaan acara berlangsung secara meriah. Pengunjung disuguhkan dengan tarian Batak yang menampilkan lima budaya Batak utama, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Mandailing.

Setelah itu, dilanjutkan dengan talkshow bertemakan Harta, Tahta, dan Wanita. Bersama Ibu Martha Simanjuntak selaku Founder IWITA dan Ibu Ina Rachman, SH., M.Hum, acara ini membahas tentang bagaimana tradisi Batak memengaruhi kehidupan rumah tangga para pengantin Batak. Misalnya,  anak perempuan yang tidak bisa menjadi ahli waris, termasuk nama marga kelak akan diteruskan hanya kepada anak lelaki saja. Sedangkan perempuan, jika nantinya menikah maka marganya akan mengikuti marga dari suami. Perihal hak waris ini kerap menjadi perdebatan karena dianggap diskriminasi dan bersifat patriarki. Namun, kedua narasumber itu meyakinkan bahwa budaya tersebut berasal dari nilai-nilai leluhur yang sudah tertanam sejak lama, dan bukan berarti perempuan Batak saat ini tidak bisa mendobrak adat tersebut. Karena sejatinya, budaya-budaya patriarki tersebut tergantung pada keluarga Batak masing-masing. Meski perempuan tidak menjadi ahli waris, terkadang orangtua tetap memberikan hadiah berupa emas dan semacamnya sebagai bentuk kasih sayang kepada anak perempuan mereka.

"Ada juga yang memilih memberikan hak waris secara agama, bukan secara adat, itu semua tergantung keputusan bersama para ahli warisnya. Jika setuju, maka anak perempuan bisa mendapat warisan sama seperti laki-laki," ujar Ibu Ina.

Yang pada intinya tidak ada yang perlu ditakutkan dengan budaya Batak. Sama seperti budaya-budaya lain yang ada di pelosok Indonesia. Budaya dan tradisi bisa berperan penting dalam kehidupan rumah tangga. Namun sejatinya, keluarga masing-masing-lah yang memutuskan apakah akan tetap menggunakan budaya tersebut atau tidak.




Minggu, 07 Januari 2024

Transit 19 Jam di Malaysia, Ngapain Aja?

 Dengar kata transit, saya yakin kalian pasti paham kalau tujuan traveling saya bukan ke Malaysia. Yup! Aslinya saya mau ke Korea Selatan. Tapi berhubung harga tiket pesawat langsung dari Jakarta ke Korea mahalnya nauzubillah pake banget, jadi saya pilih transit aja. Oh beda ya? Iya, beda banget.


Misalnya, harga tiket dari Jakarta langsung ke Korea tanpa transit (baik yang keluar bandara maupun sekadar pindah pesawat) itu sekitar 5 – 10 jutaan tergantung jenis pesawatnya. Sedangkan harga tiket yang transit sekitar 3 – 5 jutaan. Itu one way ya alias cuma harga tiket keberangkatan. 

Balik ke topik, karena saya dapat jadwal terbang ke Korea hari Rabu sekitar jam 07.15 pagi waktu Malaysia, otomatis saya kudu stay dong dari Selasa malam. Tapi ngerasa sayang aja gitu, jauh-jauh ke negeri tetangga kalau berangkatnya pas malam. Jadi, saya putuskan untuk ambil jam keberangkatan hari Selasa pagi. So, semakin panjanglah jam transitnya hahaha.

Sinar mentari di Bandara KLIA 2

Dari Berdua, Jadi Bertiga
Jadi, di perjalanan kali ini sempat ada drama keluarga. Rencana awal, saya dan sahabat karib bernama Tami mau ikut open trip Korea. Biaya open trip ini bisa dicicil selama kurang lebih setahun, jadi sebulan sejuta. Sudah mulai berjalan beberapa bulan, tiba-tiba Tami dilarang pergi ke Korea sama ortunya. Dengan berbagai upaya dan rayuan biar diizinin, kami kalah telak. Kalau kata ibunya nggak boleh, ya nggak boleh. Skak! Maka cancel-lah si Tami berangkat ke Korea dengan biaya DP dan cicilan otomatis hangus. 

Tapi berhubung tiket ke Malaysia udah kebeli—dan rugi banyak kalau hangus juga, jadi Tami tetap berangkat ke Malaysia. Tami juga ngajak Retno, teman kantornya buat ikutan ke Malaysia nemenin dia. Maksud hati, biar pas saya berangkat ke Korea, mereka bisa eksplore Malaysia lebih lama gitu. Balas dendam ceritanya. 😅

Maka, inilah tim resmi One Day Trip in Malaysia! 


Cari Tempat Penitipan Koper? Hhmm ...
Saya dan Tami berangkat lebih dulu dengan pesawat yang sama, tiba di KLIA 2 (Kuala Lumpur International Airport 2) pukul 11.45 waktu setempat. Beli cemilan onigiri dan air mineral di minimarket bandara. Terus turun ke lantai satu, nunggu bus gratis di free shuttle menuju KLIA 1 untuk jemput Retno. Kami sangka bakal mudah, tinggal kabarin posisi di mana, nanti jemput di mana, selesai. Nyatanya, sampai bolak-balik naik turun lift, nanya sana sini nggak ketemu juga. Udah mulai bete-bete-an, akhirnya saya coba paham-pahamin bahasa di papan petunjuk arah. Walau masih satu rumpun, asli deh ternyata bahasa Malaysia ngebingungin euy.

Satu jam kemudian, akhirnya ketemu. Tapi masalah belum selesai di situ. Kami balik ke KLIA 2 buat cari tempat penitipan koper. Nggak lucu dong, mau jelajah tempat wisata geret-geret koper. Berbekal pencarian di internet, dengan bangga saya yakinkan mereka berdua, “Ada kok. Tempat penitipan koper ada di KLIA 2, itu deket pintu check out dan bla bla bla ....” 

See? Lagi-lagi waktu kami terbuang sia-sia. Lucunya, seorang petugas yang saya tanya malah jawab, “Apa itu koper? Awak tak paham.” Lalu, dengan bahasa tarzan saya kasih unjuk koper saya.

“Oh, sorry, maksudnya ini. Tempat penitipan barang ini.” 

“Baggage?” 

“Hah?” Saya pun bertambah bingung, bagasi yang dia maksud sama nggak nih sama yang saya pikir? Ntar salah-salah malah dimasukin ke bagasi pesawat lagi. Hadeuhh *tepok jidat*

Belum juga keluar bandara, kaki udah pegel duluan. Tami mulai sakit kepala karena lagi nggak enak badan. Waktu udah mau jam 3 sore dan kami kelaparan! Fix nyerah! Lambaikan bendera putih! 

Kami langsung cari makan, biar cepat kami pilih KF* aja. Tapi jujur masih enakan KF* di Indonesia, entahlah rasa ayam sama sup di sana agak aneh menurut kami. Tapi kata Lave, KF* Malaysia lebih enak daripada di Indonesia, ya beda lidah beda pendapat sih. Btw, siapa itu Lave? Nanti saya ceritain. 

Intinya, sekitar setengah 3 sore kami baru keluar dari bandara. Setelah tahu harga ongkos kereta, taksi, dan segala macam transportasi menuju KL Sentral, kami putuskan naik bus aja. Harganya lebih terjangkau. 

Tempat pemberhentian akhir Bus KLIA 2 - KL Sentral

Butuh sekitar satu jam untuk sampai di KL Sentral, dari sana kami ke stasiun lanjut naik KTM commuter jurusan Batu Caves. 

Lift turun menuju stasiun

Tiba di Batu Caves sudah jam 5-an, udah agak sepi di sana. Langitnya mendung, bahkan sempat gerimis manja. Beruntungnya, gerbang tangga menuju ke kuil masih dibuka. Tadinya kami sempat pesimis, karena menurut mbah google, Batu Caves tutup jam 5 sore. Sedangkan kami nge-pas banget sampai di sana jam 5-an. Alhamdulillah infonya salah hahaha ... 

Batu Caves, Tempat Ibadah Berbalut Wisata 
Mulai dari depan pintu gerbang sampai ke pelataran bawah tangga, kami mendengar suara-suara orang sedang beribadah gitu. Wajar sih, karena Batu Caves itu ibarat Candi Borobudurnya Malaysia. Hanya beda agama aja, kalau di Borobudur penganut Budha, sedangkan di Batu Caves penganut Hindu.

Akhirnya geret-geret koper 😅

Jadi kebayangkan seperti apa menariknya Batu Caves?

Di sana ada dua spot utama, pertama pelataran di depan patung Dewa Murugan yang berukuran besar. Warnanya emas, sangat mencolok. Di sekitarnya terdapat bangunan-bangunan yang bentuknya unik, ada kubahnya gitu terus warna-warni. Lalu, ketika saya coba zoom kamera lebih dekat ke arah kubah-kubah itu, ternyata ada patung-patung kecil. Saya kurang tahu itu patung apa atau dewa siapa, tapi sosoknya ada yang berupa perempuan dan laki-laki.

Sisi kanan pelataran
(©2019 by Novita Utami)
Sisi tengah pelataran

Serunya, di pelataran itu banyak burung-burung merpati bergerombol. Jadi, spot tersendiri deh bagi pengunjung yang mau foto. Btw, pas di dekat pintu gerbang masuk tadi, banyak monyet-monyet berkeliaran. Jadi, be safety ya walaupun monyetnya kalem-kalem nggak sampai "ngerebut barang".


sisi kiri pelataran

Spot utama kedua, adalah goa tempat ibadah. Walaupun tempat ibadah, pengunjung diperbolehkan kok untuk masuk dan melihat ke dalamnya. Tinggal adab kitanya aja yang sopan dan menghargai mereka terutama kalau lagi ada yang ibadah.



Warna-warni tangga menuju goa

Letak goanya di atas bukit. Jadi, kalau mau ke sana, kita kudu menaiki sekitar 290 anak tangga dulu. Hehehe ... Capek? Nggak sih sebenarnya. Soalnya tangganya warna-warni, bangus banget. Malah bikin salah fokus, yang niatnya ke goa malah stagnan di tangga buat foto-foto 😅.

© 2018 by Novita Utami

Sampai nggak sadar, tahu-tahu udah jam 7 aja. Padahal langit di sana masih terang, lho. Beda sama di Jakarta, jam 7 udah gelap.



Back to pelataran

Langitnya masih terang

Nuansa India di Batu Caves cukup kental, Guys. Rata-rata penjual di sana orang India asli. Beberapa kali mata saya menangkap mereka berpakaian baju sehari-sehari, lalu dilapisi kain sari. Malah ada yang murni pakai sari aja. For information, kain sari adalah pakaian khas India. Menambah keyakinan bahwa mereka orang India, ada Bindi atau Sindoor alias tanda bulatan merah gitu di kening mereka. Di luar gerbang, mereka berjualan pernak-pernik kayak kalung, bros, dll. Sedangkan di dalam Batu Caves mereka berjualan “benda-benda” untuk ibadah (menurut saya sih), misalnya rangkaian bunga berbentuk kalung. Biasanya kalau di film-film India, gunanya untuk mengalungkan orang yang dihormati, baik yang masih hidup atau foto orang yang sudah meninggal.

bersambung ....
.
.
.
.
.
Mau lihat keseruan versi vlognya? Tonton aja di Youtube. Jangan lupa like, share, dan subscribe kalau suka ðŸ’š





Selasa, 02 Agustus 2022

Cara Kita Peduli dengan Hutan

Guys, sudah bulan Agustus nih, kira-kira kalian tahu nggak ada peringatan apa saja di bulan ini? Bukan hanya Hari Kemerdekaan lho, di bulan ini kita punya satu hari penting lagi yang seharusnya dimaknai dengan seksama, yaitu Hari Hutan Indonesia yang jatuh pada 7 Agustus setiap tahunnya.

Tapi kenapa harus dimaknai baik-baik?

Photo by Pixabay

Karena hutan sejatinya punya peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup semua makhluk yang ada di dunia, tak terkecuali manusia. Bayangkan jika bumi tempat tinggal kita hanya dikuasai lautan dan daratan tandus saja? Akan sepanas apa suhu udara tempat tinggal kita? Sedangkan tinggal di perkotaan yang notabene banyak gedung bertingkat dengan sela-sela pepohonan saja, sudah terasa sumpek. Apalagi jika tidak ada hutan sama sekali?

Melansir dari website One Tree Planted, hutan punya peran mengurangi polusi udara yang sekaligus menjadi penyejuk alami. Ini saya rasakan sendiri ketika traveling ke alam terbuka, eh nggak perlu jauh-jauh deh, mampir ke hutan yang ada di kawasan Universitas Indonesia, Depok saja sudah terasa banget perbedaannya. Setiap kali saya menarik napas, rasanya seperti ada udara dingin yang masuk ke dada, dan napas menjadi lebih plong.

Tapi fungsi hutan lindung atau hutan-hutan di luar perkotaan, bisa lebih dari itu karena #HutanKitaSultan. Bukan hanya memberi kesejukan, melainkan menjadi habitat asli bagi para hewan liar. Bahkan banyak tanaman yang tumbuh dengan manfaat pengobatan tradisional. Hal ini tentu menguntungkan bagi manusia juga.

Photo by Pixabay

Lalu, dengan adanya hutan pula, peluang terjadinya bencana alam menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tidak adanya hutan. Hal ini tentu pernah muncul di berita-berita televisi atau suratkabar, adanya bencana longsor akibat penebangan hutan yang tak sesuai aturan, atau besarnya dampak tsunami di pesisir pantai yang tidak ditanami hutan bakau atau pohon-pohon mangrove. Walau, memang sih, yang namanya bencana alam Allah yang mengaturnya, manusia tidak bisa hindari apalagi menolak. Tapi setidaknya dengan menjaga hutan, seharusnya kita bisa meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari bencana-bencana tersebut.

Hanya saja kalau bicara tentang menjaga hutan, kesannya terlalu berat. Bahkan kita kerap melimpahkan tugas itu kepada pemerintah. Padahal, sebagai masyarakat yang hidup berdampingan langsung dengan alam, kita tentu bisa menjaga hutan dengan cara kita sendiri.

Youtube: Laleilmanino Music

Misalnya, dengan mendengarkan lagu Dengar Alam Bernyanyi yang dibawakan oleh Laleilmanino bersama Chicco Jeriko, HIV!, dan Sheila Dara Aisha. Atau bisa juga melalui Spotify dan Apple Music.

Lagu yang mengajak kita untuk berhenti sesaat dengan kegiatan media sosial, lalu peka terhadap kondisi alam. Di mana bumi kita yang semakin lama semakin tua, membutuhkan tangan-tangan manusia untuk merawatnya. Jika kita terus menutup mata, maka kita sendiri yang akan kesusahan di kemudian hari. Karena bagaimanapun bumi adalah tempat kita berpijak, dan alam yang selalu berdampingan.

Meski terkesan sepele, tapi dengan semakin banyak kita mendengarkan lagu #DengarAlamBernyanyi maka akan semakin banyak pula royalti yang digunakan untuk perlindungan hutan di Indonesia, khususnya hutan di Kalimantam. Yang artinya, secara tidak langsung, kita turut menjaga dan memelihara alam kita, hutan Indonesia. #UntukmuBumiku #IndonesiaBikinBangga


Senin, 07 Maret 2022

BERKAT INDIHOME, AKHIRNYA BISA NONTON KAI’S BUCKET LIST

Guys guys guys!

Kalian—para EXOL internasional—iri nggak sih sama Korean EXOL? Yang setiap kali member EXO ikut atau bikin acara variety show, pasti Korean EXOL menjadi “orang pertama” yang nonton. Secara mereka satu negara dan satu bahasa dengan anggota EXO, otomatis menjadi mudah mendapatkan tayangan dan bisa paham tanpa subtitle (terjemahan). Sedangkan kita, fans inter bisa apa?

Nonton yuk: Main ke SM COEX Korea, Ketemu EXO dan NCT

Apalagi pas variety show KAI's Bucket List muncul di sebuah platform Korea bulan Februari lalu, rasanya aku pingin teriak kegirangan, tapi langsung nangis di pojokan begitu tahu tayangan tersebut sulit diakses di Indonesia dan tidak ada subtitle. Hiksss … Lagi-lagi ku iri dengan Korean EXOL. Memang sih, belakangan aku lagi semangat banget belajar bahasa Korea, tapi bukan berarti aku langsung bisa menerjemahkan percakapan orang Korea asli. Yang ada aku cuma bisa ikutan cengar-cengir saat Kai tertawa atau mengobrol. Ikutan aja, walau nggak ngerti KAI ngomong apa. :)


Episode 6 KAI’s Bucket List

Tapi untungnya IndiHome banget sama EXOL, tahu-tahu muncul postingan di Instagram, kalau Kai’s Bucket List bakalan tayang perdana 19 Februari sampai 9 April 2022 di Youtube official IndiHome. Tahu IndiHome kan? Salah satu layanan digital penyedia telepon rumah, TV Interaktif, dan internet cepat atau wifi cepat di Indonesia. Wah asli aku surprise banget waktu itu! Rasanya senang campur terharu, akhirnya ada juga akun yang tayangin variety show ini secara legal dan mudah akses di Indonesia. Tentunya sudah ber-subtitle Indonesia ya, jadi kita nggak perlu lagi hah-hoh-hah-hoh karena nggak ngerti mereka ngomong apa.

Tidak hanya disegmentasikan untuk EXO-L, yakni para penggemar boy group EXO, kolaborasi antara IndiHome dan CXO Media juga mengkreasikan program Perspektif yang mengangkat social experiment dengan topik K-Pop sebagai tema besar. Selain itu, program bertajuk FYI (For Your Inspiration) juga ditayangkan dalam bentuk animasi visual dan narasi story-telling untuk mengedukasi masyarakat akan fenomena Hallyu Wave atau demam K-Pop, serta berita-berita terkini di dunia K-Pop dan beragam aspek penting dalam kehidupan yang inspirasional.

Buat yang belum tahu, KAI's Bucket List merupakan variety show yang menampilkan lima bucket list atau lima daftar keinginan Kim Jong-In (nama asli KAI EXO). Di sini akan ditampilkan dua sisi KAI, yaitu sebagai idol dari boygrup yang sangat terkenal dan juga dari sisi pria biasa. Nantinya, KAI akan melakukan liburan santai bersama kedua temannya, Mingyu dan Kwon Ho. Mereka akan merampungkan lima episode dengan berbagai tema, yakni Road, Dear My Friend, Ballader, KAI, It’s KAI Time, dan Thank U.

Sayangnya, guys walaupun akhirnya variety show ini tayang di Indonesia, kita nggak bisa ketinggalan sama sekali. Ingat! Youtube IndiHome menyajikan tayangan secara live streaming ekslusif, sehingga tidak akan ada tayangan ulang yang diupload di sana. Kalau kelewat? Ya sedih … seperti aku kemarin, karena lagi pulang kampung jadi nggak bisa nonton KAI’s Bucket List pas hari Sabtu, untungnya pas hari Minggu sudah balik ke Jakarta hehehe.

 

Kai sedang mencoba alat terapi kepala

Kebetulan episode hari Minggu itu, KAI sedang berkunjung ke Museum Teddy Bear. Tahu kan julukan si KAI? Nini Bear. Di situ dia gemas banget sama patung-patung dan boneka beruang, sampai KAI cerita kalau awalnya dia terus menyangkal, kalau dia sama sekali nggak mirip beruang. Tapi lama-lama karena fans sering panggil itu, dia pun mulai suka dengan beruang. Hehehe luluh juga kan. Benar-benar senang melihat KAI bisa bersantai seperti itu. Walaupun KAI’s Bucket List itu program acara, tapi KAI sampai terharu karena dia selalu memimpikan bisa minum teh dengan santai di pagi hari. Menikmati waktunya sendiri di saat kedua temannya masih tidur hehe, kebo banget temen-temennya.

Pokoknya EXOL bakalan nyesel banget kalau melewatkan tayangan KAI’s Bucket List. Mumpung masih ada di Youtube Indihome. Kapan lagi kan disuguhkan gratis, mudah akses, dan bonus subtitle Indonesia? Jadi, catat dan ingat baik-baik ya EXOL! 

KAI’s Bucket List tayang Live ekslusif setiap Sabtu dan Minggu jam 16.00 WIB di Youtube IndiHome TV.

Jumat, 15 Oktober 2021

Ngulik Pengusaha: Lia Ayu Susilowati

Hobi yang dilakukan secara tekun memang dapat mengubah jalan hidup seseorang. Begitu pula yang terjadi pada Lia Ayu Susilowati, owner Geulie’s Handmade yang awalnya hanya menjadikan handmade sebagai hobi. Kini bisnisnya telah menghasilkan omzet 30-35 juta perbulan.


Sudah sejak dulu, handmade menjadi makanan sehari-hari bagi perempuan yang akrab disapa Lia. Pengalamannya menjadi ketua eskul majalah dinding (mading) saat duduk di bangku SMP membuat Lia dikenal sebagai gadis yang kreatif. Bisa dikatakan darah seni mengalir dalam tubuh Lia berkat kedua orang tuanya. Sang ibu bernama Emilia Mulyati pernah menjadi seorang penari, sedangkan ayah Susilo pernah menjadi pelukis.


Berbicara mengenai pelukis, sebenarnya Lia juga gemar menggambar dan melukis. Bahkan dulu ia kerap menjuarai lomba melukis dengan aliran naturalisme, melukiskan segala sesuatu sesuai dengan yang tertangkap oleh mata manusia. Hanya saja pada tahun 2009 selepas lulus dari SMAN 6 Depok, aliran lukisnya berpindah haluan ke arah fashion. Sebab Lia berhasil diterima di Universitas Negeri Jakarta dengan jurusan Tata Busana melaui jalur PMDK. Pengetahuan Lia bertambah. Dari sana, ia mulai mempelajari soal busana, aksesori, sampai teknik pembuatan kain yang nantinya menjadi modal bagi Lia untuk berbisnis Geulie’s Handmade.



Memasuki semester dua, Lia sempat bekerja dengan lelaki berkebangsaan India. Pemilik toko Mayestik itu menilai Lia memiliki potensi. Lia diperbolehkan bekerja di sana meski saat itu masih kuliah. Jadi, setiap minggu Lia menyetorkan hasil desainnya kepada pemilik toko. Klien-klien di tempat kerjanya banyak dari kalangan artis. Sampai teman-teman Lia yang mengetahui, merasa bangga dan memberi support. Tapi tak sedikit pula senior di kampus yang mencibirnya karena Lia dianggap masih junior, belum memiliki kemampuan yang mumpuni untuk bekerja menjadi desainer di Mayestik. 


Sebenarnya bukan tanpa alasan Lia menerima tawaran bekerja di sana. Melainkan demi memenuhi kebutuhan kuliah. Saat itu bisnis keluarganya sedang jatuh. Ayahnya yang sempat memiliki usaha taksi mengalami penipuan. Sopir taksi yang dipercaya oleh keluarga Lia justru memakai taksi tersebut untuk kepentingan pribadi. Setoran tidak didapat, usaha pun merugi. Akhirnya sang ibu memutuskan untuk berjualan nasi uduk di kampus UNJ.


Kendati demikian, Lia tak merasa malu membantu orang tuanya berjualan. Bahkan Lia ikut berjualan es potong yang ia buat sendiri untuk ditawarkan keliling. Nantinya uang hasil jualan diputar lagi untuk modal jualan berikutnya. “Sebelum kelas, biasanya aku jualan dulu. Sampai dijuluki kuda-kuda alias kuliah-dagang-kuliah-dagang,” papar Lia sambil tertawa kecil.



Memulai Usaha Geulie’s Handmade

Nama brand Geulie’s Handmade terinspirasi dari bahasa Sunda, yaitu geulis yang berarti cantik. Lia mengharapkan para pelanggannya semakin cantik setelah menggunakan produk kreasinya. Brand Geulie’s Handmade dapat diartikan pula sebagai kreasi hasil tangan khas Lia Ayu. Kreasinya itu sendiri meliputi aksesoris wedding, coker, hand bucket, aksesoris kebaya, bros, aksesoris gelang dari tulang, sampai aksesoris sepatu dari kerang.


Anak pertama dari tiga bersaudara itu mengisahkan, kali pertama terpikirkan untuk membuka usaha yaitu setelah lulus kuliah pada tahun 2012. Saat itu ia sudah tidak lagi bekerja di Mayestik. Namun berbagai pengalaman yang ia dapatkan menjadikan rasa percaya dirinya tumbuh. Bermodalkan uang Rp 50.000, Lia memutuskan untuk membeli kain jersey yang kemudian disulap menjadi hijab pasmina. Dengan memodifikasikan teknik teksmo, yaitu teknik monumental yang dilakukan dengan cara merusak bahan, merebus bahan, sampai menjadi bahan yang unik, pasmina buatan Lia mendapat tanggapan positif dari teman-temannya. Keuntungan penjualan mencapai Rp. 350.000, lalu diinvestasikan kembali untuk mengembangkan bisnis.


Sebelum usahanya merambah pada pembuatan gelang, kalung, cincin, dan aksesoris wedding lainnya, Lia sempat membuat replika cake. Replika berbentuk kue atau jajanan pasar yang terbuat dari bahan flannel, yang umumnya dijadikan hantaran pada acara perkawinan. Lia mengaku kebanyakan pembeli replika ini berasal dari orang-orang boga.


Sedangkan untuk aksesori wedding, Lia tertarik setelah melihat prospek bisnis aksesoris wedding jauh lebih menjanjikan. Terlebih sejak SMA Lia pernah menjajal bisnis aksesoris. Kini perempuan kelahiran 19 Mei 1991 itu hanya perlu menekuninya kembali. Lia menyadari bisnis yang dijalani saat ini juga banyak digeluti oleh pengusaha lain. Namun, ia tidak takut bersaing. Justru dengan adanya persaingan, ia dituntut untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif.


Berbicara mengenai kreativitas, Lia tidak pernah kehabisan ide dalam membuat produk Geulie’s Handmade. Justru saking banyaknya ide yang ada di dalam kepala, Lia harus segera menyalurkan ke dalam bentuk desain gambar. Sampai-sampai perempuan yang kerap memakai long dress dan hijab itu, tak pernah lepas dari sketchbook apabila sedang pergi keluar kota.


Lia merasa harus aktif menciptakan produk-produk baru, agar pelanggan tidak bosan dengan produk yang itu-itu saja. Sekaligus sebagai strategi bisnis agar Geulie’s Handmade dapat bertahan di tengah persaingan industri yang semakin ketat. Citra “ekslusif” juga melekat pada usaha yang Lia geluti. Satu desain hanya dibuat satu model. Terutama untuk produk-produk yang dijual dengan harga mahal. Jadi pelanggan tidak perlu takut modelnya pasaran. Lia dapat menjamin, karena produk yang ia buat adalah murni hasil tangan tanpa bantuan mesin. Hanya bermodalkan bahan baku aksesoris, lalu dibantu oleh asisten untuk merangkai produknya. Saat ini, Lia memiliki dua asisten yang sudah termasuk ahli payet di dalamnya, 5 pegawai tetap, dan 10 pegawai lepas yang dipercayai.


Kendati tidak menjual produk Geulie’s Handmade secara grosiran, Lia lebih suka mengerjakan produk berdasarkan permintaan pelanggan. Membuat stok produk sama saja membiarkan produknya tidak laku. Karena produk yang sudah terlalu lama, bisa-bisa terlihat usang dan menjadi tidak menarik.


Lia tidak mempermasalahkan jumlah pemesanan. Ia pernah menerima pesanan dalam satu model. Pernah pula menerima orderan dalam jumlah ribuan. Tetapi Lia tetap menekankan ciri “ekslusif”, membuatkan ribuan aksesoris dengan beberapa desain costum.


Mengingat banyaknya desain yang Lia buat, kakak dari Najla Nashirah Salma dan Yusuf Dwi Atmoko ini sedang mengupayakan Hak Cipta brand usahanya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. “Yang didaftarin hak ciptanya hanya brand Geulie’s Handmade saja. Soalnya terlalu banyak kalau mendaftarkan semua aksesoris,” ujar perempuan yang pernah meraih penghargaan Juara 1 Display Produk Terbaik di Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB) Bandung, Jawa Barat.


Bagi Lia, sulit untuk mempertahankan ide original di bidang seni. Karena ditambah satu output sedikit saja, sudah menjadi produk yang berbeda. Namun, hal itu tidak menjadi alasan bagi Lia untuk berhenti berkreasi. Perempuan kelahiran Kalimantan ini kerap melakukan traveling ke berbagai daerah di Indonesia. Sembari refreshing, Lia mencari referensi dan bahan yang cocok untuk dikombinasikan dengan produknya.


“Biasanya kalau lagi jalan-jalan, ada saja yang menarik. Sekiranya bisa dibentuk-bentuk pasti aku fokusin jadi ide baru. Misalnya jalan-jalan ke Bali, aku nemuin bintang laut dan cangkang kerang. Aku pikir itu bisa ditempel jadi aksesoris,” ujar Lia merasa senang.


Penggemar warna pink ini senang mengombinasikan berbagai bahan dan output pada produknya. Seperti aksesoris wedding yang umumnya berbahan baku tembaga, oleh Lia ditambahkan payet dan bahan lain. Berdasarkan pengalamannya, aksesoris wedding yang hanya menggunakan tembaga dinilai tidak awet. Sehingga sebagian besar pelanggan justru meminati kreasi Lia Ayu yang dikombinasikan dengan bahan-bahan lain seperti payet.


Macam payet yang digunakan pun disesuaikan dengan budget para pelanggan. Payet keluaran Jepang memiliki harga yang cukup mahal dibanding payet biasa, sebab kualitas produksinya jauh lebih baik. Namun apabila pelanggan menginginkan aksesoris dengan harga terjangkau, Lia akan memakai payet non Jepang saja.


Lia memang menargetkan pangsa pasarnya untuk semua kalangan. Baik kalangan menengah ke bawah, maupun menengah ke atas. Karena itulah, Lia menyesuaikan produknya dengan pesanan pelanggan. Harga produk mulai dari Rp 15.000 hingga lebih dari Rp 1 juta per-item. Sedangkan baju pengantin dipatok harga sekitar Rp 1 - Rp 4 juta ke atas. Dari penjualan tersebut, omzet yang Lia dapatkan tidak kurang dari Rp 30 – Rp 35 juta perbulan.

 

Strategi Pemasaran

Pada awal merintis usaha ini, Lia masih mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Seiring berjalannya waktu, produknya mulai dipasarkan melalui akun facebook dan media sosial Blackberry Messenger. Berkat kepiawaiannya membangun jaringan, lambat laun pelanggannya tidak hanya datang dari berbagai daerah di Indonesia saja. Banyak pelanggan dari luar negeri yang mengorder produk Lia, seperti Malaysia, Singapura, Mekkah, Madinah, dan Hongkong.


Lia mengungkapkan betapa penting arti menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Pelayanan terbaik dan memuaskan akan menarik pelanggan untuk kembali mengorder produk Lia. Selain itu, perempuan yang pandai bergaul ini kerap membuka obrolan dengan pelanggan, membahas seputar aksesoris. Tapi tak jarang obrolan mereka merembet ke permasalahan pribadi dan menjadi ajang curhat.


Owner yang kerap diwawancari tentang bisnisnya oleh media cetak ini juga memiliki galeri sendiri. Lokasinya berada di Perumahan Sawangan Permai Blok F11 No 14, Jalan Perkutut, Sawangan Permai, Kota Depok. Bangunan yang didominasi warna pink itu merupakan tempat tinggal Lia, kemudian disulap menjadi tempat untuk memajang dan memasarkan hasil karya Geulie’s Handmade. Bagi pelanggan yang ingin memesan produk secara offline, Lia mempersilakan pelanggan untuk datang ke galerinya.


Selain itu, Lia juga kerap mengikuti berbagai pameran produk kreatif, pameran fashion, hingga pameran wedding. Fungsinya adalah untuk membesarkan nama Geulie’s Handmade serta mendapatkan pelanggan baru. Lia mengakui, omzet yang ia dapatkan dalam sekali pameran bisa mencapai Rp 15- Rp 17 juta. Hal tersebut tentu saja diimbangi dengan sebuah trik khusus dalam mendatangkan pengunjung. Mendesain stand sesuai dengan tema pameran tersebut, serta memajang berbagai produk yang unik dan menarik. Karena keunikan dan kreativitas mendesain stand, ia mendapat penghargaan sebagai Stand Industry Kreatif Terbaik Kategori Handicraft pada Festival Industri Kreatif Depok 2014.


Kreativitas Lia memang tidak pernah berhenti menuai prestasi. Bahkan sampai muncul kejadian yang unik ketika Lia mencoba menerapkan istilah draping pada boneka barbie. Sebenarnya saat itu Lia tengah dihadapkan pada masalah kecil, yaitu kerepotan membawa semua desain baju-baju wedding hasil rancangannya ke venue. Hal itu Lia lakukan karena mengikuti berbagai kegiatan promosi dalam rangka mengenalkan produknya ke masyarakat. Susahnya apabila agenda promosi dilakukan di luar kota. Untuk itu, Lia segera memutar otak. Ia berpikir untuk membuat manekin dengan ukuran mini yang mudah dibawa kemana-mana. Maka terciptalah barbie draping wedding muslimah, yaitu boneka barbie yang dipakaikan baju wedding muslimah rancangan Lia, yang dijahit dan dikerjakan dengan menggunakan tangan. Setelah selesai, boneka barbie dimasukkan ke dalam kotak yang bagian depannya terbuat dari kaca. Dengan begitu konsumen dapat melihat boneka tersebut dengan mudah.


Barbie draping wedding muslimah hanyalah sebuah dummy dari desain baju-baju rancangan Lia, yang nantinya akan dibuatkan baju aslinya apabila ada konsumen yang memesan. Hanya saja, tampaknya konsumen salah mengartikan kehadiran barbie draping wedding muslimah. Boneka tersebut justru dianggap sebagai bagian dari produk aksesori yang Lia tawarkan.


“Pernah dulu, saat ikut salah satu pameran di JCC (Jakarta Convention Center), salah satu konsumen dari Papua tertarik membeli pakaian barbie drapping wedding muslimah beserta boneka barbienya. Padahal yang dijual hanya fashion drapping wedding muslimahnya saja,” kenang Lia sambil tersenyum.


Kini melihat bahwa barbie draping wedding muslimahnya memberikan hasil, Lia mulai membandrolnya dengan harga bervariatif. “Paling mahal sekitar Rp 350.000.”


Selama menjalani usaha, Lia belum pernah mengalami kendala yang berarti. Termasuk soal pengiriman barang keluar kota. Umumnya para pembeli dari luar kota atau bahkan luar negeri memiliki jasa kiriman tersendiri. Malah terkadang dititipkan kepada teman mereka yang kebetulan datang atau berada di Jakarta. Lia juga punya satu pengalaman menggelitik yang berhubungan dengan “titip-menitip produk”. Pernah ada klien dari Hongkong yang memesan beberapa aksesoris, lalu oleh Lia dititipkan ke rumah tantenya si klien yang berada di Jakarta. Beberapa hari kemudian, klien itu mengabari Lia bahwa jumlah aksesoris yang Lia kirimkan kurang. Lia sempat panik. Ia ingat jelas bahwa jumlah aksesoris yang dikirimkan sesuai dengan permintaan klien. Bahkan sebelum semua produknya dibungkus, Lia meneliti kembali jumlah aksesoris bersama asistennya.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Aksesoris yang hilang ternyata berada di tangan tantenya. “Ada di tantenya. Jadi pas tantenya terima paket, sama dia dibuka. Katanya aksesorisnya bagus. Jadi tantenya minta satu, tapi lupa bilang sama klienku yang di Hongkong,” kenang perempuan yang suka bicara ini.

Tapi tidak semua jasa pengiriman memiliki regulasi yang longgar. Ada beberapa yang sedikit lebih ketat, misalnya tidak menerima paket yang ada peniti di dalamnya. “Kadang sama jasa pengiriman sampai dicopotin. Kalau sudah begitu, aku pasti nyuruh asistenku yang copotin sendiri di sana biar nggak rusak produknya,” jelas Lia. Solusinya, Lia beralih menggunakan Pos meski waktu sampainya agak lama dibanding JNE atau jasa pengiriman lain.

Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, Lia berhasil mendapatkan bantuan dana dari perusahaan telekomunikasi terbesar di tanah air, yaitu Telkom Indonesia. Selain dana, bantuan lain berupa macam-macam keterampilan juga Lia dapatkan. Bersama mitra binaan dan para pelaku UKM lainnya, Lia mengikuti pelatihan ekspor dan impor. Bantuan seperti itu, tentu saja berguna bagi pengembangan usaha Geulie’s Handmade.

Namun, sekali-kalinya Lia pernah mengalami pengalaman ditipu oleh konsumen  “nakal”. Pengalaman tersebut terjadi di awal-awal Lia merintis usaha. Ada pembelian melalui online. “Dia bilang sudah transfer dengan mengirim foto bukti pembayaran fiktif sebesar Rp 350 ribu. Karena transfernya melalui kliring, proses cairnya jadi lama sekitar 2- 3 hari. Jadi aku langsung kirim saja handmade pesanannya. Tapi ternyata ditunggu sampai tiga hari, tidak ada uang yang masuk,” keluh. Pengalaman berharga yang akhirnya membuat Lia memutuskan untuk mengubah sistem pembayarannya. Bagi pembeli online yang ingin memesan produknya, Lia mewajibkan pembayaran DP sebesar 50% dari harga jual. Setelah produknya siap, maka pembeli harus segera melunasi pembayaran, baru setelah itu barang dikirim. Pada sistem PO pun, Lia membatasi masa pelunasan maksimal tiga hari. Lewat dari tiga hari, DP dianggap hangus.

Perempuan yang menjabat sebagai koordinator pengusaha wanita muda se-Jawa Barat itu memberi bocoran, bahwa DP tersebut sudah mencangkup ongkos produksi. Dengan begitu Geulie’s Handmade bisa terus berproduksi, bahkan sampai mengantongi laba meskipun sedikit.

Belakangan, Lia sibuk menjadi narasumber dalam acara Buah Hati di stasiun televisi TVRI. Sembari mengisi acara, Lia kerap membawa beberapa produk aksesoris untuk ditawarkan kepada orang-orang di sekitar kantor stasiun televisi. Perempuan yang memiliki cita-cita untuk membuka kelas pelatihan handmade ini berharap bisa bekerja sama dengan pengusaha lain. Seperti yang ia lakukan dengan salah satu pengusaha muda di bidang anyaman bambu. Dari kerja sama itu, Lia dapat menciptakan kreasi baru, misalnya aksesoris tas anyaman bambu, topi anyaman, dompet anyaman, dan lain sebagainya. Paling penting, Lia ingin usahanya bisa berkembang lebih maju lagi.

 


Rabu, 29 Januari 2020

Berbagi Kebahagiaan di JAKHUMFEST 2020


Saat kalian diberi pertanyaan, “Apa arti kebahagiaan untuk Anda?” bisakah menjawabnya dalam waktu tiga detik? Itu bukan pertanyaan yang luar biasa, bahkan terkesan sepele. Namun, bisakah kalian menjawabnya dengan jawaban yang sebenar-benarnya?

“Uang adalah kebahagiaan. Dengan uang saya bisa membeli segalanya.”

Itu jawaban yang paling sering terlontar. Meski ada juga, “Cinta, dengannya saya bisa terus hidup dan bahagia.”

Keduanya tidak salah. Hanya saja, pernahkah terpikirkan alasan selain demi diri sendiri, misalnya seperti, “Uang adalah kebahagiaan, karena dengannya saya bisa memberi dan membantu orang lain yang kesusahan.” Atau “Kebahagiaan adalah ketika saya bisa memberi cinta dan kasih sayang, kepada mereka yang kurang mampu, mereka yang broken home dan ditinggalkan oleh keluarganya.”

Karena bicara soal kebahagiaan, tidak melulu tentang diri sendiri bukan? Tinggal bagaimana cara kita bersyukur atas segala nikmat Tuhan. Seperti rasa syukur saya ketika mendatangi sebuah acara di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, pada hari Minggu lalu (26/1).


Bisa dibilang, Jakarta Humanity Festival (JAKHUMFEST) 2020 ini adalah acara yang spesial. Festival yang tidak hanya menyajikan acara-acara keren untuk kaum milenial, tetapi juga mengajak kita untuk lebih aware terhadap lingkungan sekitar, serta peduli dengan isu-isu kemanusiaan. Bagi sebagian orang, isu ini mungkin tidak relate dengan kehidupannya, terlalu berat, atau malah dia sendiri tidak mau membuka pikiran dan mencobanya. Namun, Dithi Sofia sebagai salah satu narasumber human talk meyakinkan:
"Banyak orang yang belum mencoba diet plastik, tapi sudah ketakukan sendiri. Mereka mengganggap mencintai lingkungan dengan cara mengurangi limbah plastik, itu pasti menyulitkan diri sendiri. Nggak boleh pakai sedotan plastik, nggak boleh pakai kresek plastik, nggak bisa minum boba, dll. Boleh … Kalian tidak perlu diet ketat. Ada kalanya kalian belanja di minimarket, lalu lupa membawa totebag khusus belanja, yang akhirnya pakai kresek. Ya sudah nggak apa-apa. Namanya juga lupa, yang penting besok-besok kita berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan."
Penggiat komunitas Diet Kantong Plastik itu bahkan melarang kita untuk menjadikan tindakan mengurangi sampah plastik sebagai sesuatu yang istimewa. "Jadikan semua itu sebagai suatu kebiasaan, yang biasa kita lakukan sehari-hari. Bukan hal yang spesial. Sehingga lama-kelamaan kita akan ringan melakukannya."


" ... dan ketika kita sudah berhasil melakukan diet plastik, jangan tiba-tiba menge-judge orang yang masih menggunakan plastik seperti ini 'eh kok lo masih gunain kresek sih, kresek plastik kan cuma ngotor-ngotorin bumi. Limbahnya nggak bisa terurai' pokoknya wah ... bikin orang yang dengarnya malas duluan."

Narasumber lain seperti Dillah Hadju, Swetenia Puspa, dan Syamsul Ardiansyah juga hadir memberi pemaparan yang menarik. Tentunya pemaparan tersebut mendukung pernyataan-pernyataan Dithi Sofia.

HUMAN EXPOSURE
Selain sesi diskusi, JAKHUMFEST 2020 juga menyajikan human exposure, yaitu pameran foto tentang aksi-aksi kemanusiaan yang melibatkan banyak relawan. Khususnya relawan dari Dompet Dhuafa yang sejak tahun 1993 selalu konsisten memberi bantuan kepada korban-korban bencana alam, kebakaran, banjir bandang, dan sebagainya. Bersama Dompet Dhuafa pulalah kita diajak untuk kembali menguatkan rasa kepekaan dan kepedulian kita terhadap orang lain. Memberi walau sedikit, atau ikut bergabung menjadi relawan jika memungkinkan. Karena berdasarkan data yang dipaparkan oleh pihak Dompet Dhuafa, hampir 50% penyumbang terbesar adalah kaum milenial dengan rentang usia 19-30 tahun. Itu artinya, sebenarnya masih banyak anak muda yang aware terhadap lingkungan dan kemanusiaan.


Meski begitu, Dompet Dhuafa dalam festival ini hendak memberi alternatif lain. Bagi pengunjung yang ingin berdonasi, selain bisa langsung mengunjungi booth Dompet Dhuafa, bisa juga dengan membeli barang-barang preloved yang dijual di sana. Barang-barang berupa pakaian, sepatu, bantal, dan pernak-pernik pada Bazzar tersebut, merupakan barang-barang yang disumbangkan oleh artis-artis papan atas sebagai bentuk partisipasi mereka. Beberapa di antaranya Jessica Iskandar, Sandra Dewi, Jess No Limit, Ayu Gani, dll. Kelak hasil penjualan dari barang-barang tersebut akan didonasikan kepada korban-korban bencana alam.



Karena seperti yang kita ketahui, di awal tahun 2020, Indonesia dipenuhi dengan bencana alam yang menyisakan kesedihan serta kehilangan. Banjir bandang dan longsor di berbagai daerah, seperti Lebak Banten, Jakarta, Bekasi, Bogor. Juga daerah-daerah lain yang sampai saat ini masih sangat butuh bantuan makanan maupun materi untuk membangun kembali rumah-rumah dan bangunan tempat ibadah yang hancur.