Senin, 19 Agustus 2019

Sustainable Fashion, Tren atau Kesadaran Diri Terhadap Lingkungan?

Sebelumnya saya pernah membaca sebuah komik detektif, yang tokoh utamanya adalah murid fashion desain. Di sana dibahas kasus-kasus yang berhubungan dengan fashion, namun saya masih menganggap itu sebagai cerita fiksi. Sampai akhirnya, 16 Agustus kemarin di Mall Kelapa Gading 3, Jakarta, saya berpartisipasi dalam workshop bertajuk “Mengolah Pakaian Bekas Menjadi Layak Pakai”, saya pikir cerita yang pernah saya baca dalam komik itu ada benarnya.

Seringkali sisa potongan bahan yang tidak terpakai dibuang begitu saja, sehingga menjadi limbah dan sampah yang mencemari lingkungan. Ini adalah fakta. Menurut data dari Ellen MacArthur Foundation (badan yang fokus mempelajari polusi industri mode), limbah bisnis busana yang ada di dunia mencapai US$ 500 miliar pertahun. Hal ini memunculkan beberapa usulan untuk meminimalisasi sampah/limbah industri, seperti:
  • Zero Waste Pattern. Konsep ini sudah banyak diterapkan oleh desainer di Indonesia. Yakni, bahan yang seharusnya dipotong, justru dikemas dengan cara yang lebih sederhana, sehingga tidak perlu ada pemotongan dan sisa bahan yang terbuang. 
  • Sustainable fashion. Dengan menggunakan bahan ramah lingkungan (misalnya menggunakan serat kain tencel yang berasal dari kayu, sehingga mudah terurai apabila pakaian tidak terpakai lagi), teknik pewarnaan alami, dan menempatkan tata cara perawatan kain. 
  • Mengolah kembali kain perca yang tidak terpakai menjadi suatu produk baru dan bernilai tinggi.
|| Baca juga: Festival Quilt, Kain Perca bernilai tinggi ||

    Launching So Klin White & Bright di MKG 3

    BE SUSTAINABLE, BE FASHIONABLE

    Sebelum workshop berlangsung, saya lebih dulu mengikuti talk show “Be Sustainable, Be Fashionable by So Klin” yang dipandu oleh presenter Indy Barends. Di sana dijelaskan mengenai be sustainable yang merupakan gerakan kampanye dari So Klin. Yaitu, berusaha menyadarkan masyarakat akan bahaya dari limbah industri, serta memberi tahu mereka untuk peduli terhadap lingkungan, dan menjadi kreatif dalam menciptakan inovasi fashion berkelanjutan.

    Yup, limbah industri itu berbahaya, lho. Jadi, yang harus berbenah bukan hanya para desainer atau pihak industri desain saja, melainkan juga masyarakat. 
    “Jadi, sebelum menularkan gerakan sustainable, saya sudah melakukan hal itu di kehidupan saya sendiri,” ujar Patrice Desilles, Kepala Program Akademik ESMOD Jakarta, yang menjadi salah satu narasumber talk show tersebut. 
    Bule asal Prancis itu menjelaskan, sejatinya gerakan sustainable bukanlah suatu tren, melainkan bentuk kepedulian terhadap sesama. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil, seperti:
    • Mendaur ulang sampah organik dengan cara menanamnya di tanah (menjadi kompos bagi tanaman). 
    • Menjaga keawetan warna pakaian agar kita tidak terlalu sering membeli baju baru. Umumnya, pakaian yang berulang kali dicuci lama-kelamaan warnanya akan pudar dan tidak cerah lagi. Selanjutnya, orang akan malas memakai pakaian tersebut dan memilih untuk membeli baju baru. Lalu, ke mana pakaian lamanya? Bisa jadi menumpuk di lemari atau dibuang ke tempat sampah. 
    • Daripada numpuk di lemari/dibuang menjadi limbah, baju yang tidak terpakai bisa disumbangkan.
    • Atau "menyulap" baju-baju lama menjadi desain model baru yang unik. 
    Dress ini terbuat dari 34 jaket jeans reject

    Setali tiga uang dengan perkataan Patrice, MC juga menyatakan pendapatnya bahwa perawatan pakaian kerap disepelekan orang. Padahal perawatan pakaian merupakan salah satu kunci keberhasilan sustainable fashion.
    "Selain berkreasi dengan pakaian lama, kita dapat mengurangi sampah pakaian dengan menjaga warna agar tetap cemerlang, nggak pudar. Dan So Klin White & Bright ini sebagai solusi perawatan baju-baju kita," sambung Indy Barends yang juga brand ambassador So Klin.

    Lalu, Bagaimana Cara Merawat Pakaian yang Benar?
    Dalam hal ini, Joanna Elizabeth Samuel, selaku Marketing Manager Fabric Care PT Sayap Mas Utama (Wings Group) memberi beberapa tips yang berguna bagi masyarakat, khususnya ibu-ibu yang suka mencuci pakaian.

    • Baca tag label pada masing-masing pakaian. Umumnya pakaian yang terbuat dari bahan lembut/mahal memiliki tag label perawatan yang berbeda. Di sana terdapat informasi tentang cara pencucian pakaian yang tepat agar baju tidak mudah rusak, pudar, dan luntur.
    • Pilih deterjen yang tepat; untuk pakaian sehari-hari, kita bisa menggunakan deterjen bubuk; sedangkan untuk pakaian lembut, kita bisa pakai deterjen cair.
    • Menggunakan merek So Klin White & Bright. Karena dengan teknologi Optical Brightener, So Klin White & Bright memiliki formula khusus yang tidak hanya ampuh menghilangkan noda berat, melainkan juga mempertahankan keaslian warna sehingga tidak cepat pudar, bahkan setelah dicuci berulang kali.
    by IG @soklindetergent

    Pingin Menerapkan Gaya Hidup Sustainable, Tapi Ngerasa Nggak Kreatif. Gimana Dong?
    Nggak masalah, tadi kan sudah dibahas, beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mendukung kampanye "Be Sustainable, Be Fashionable". Mulai dari menanam sampah organik menjadi kompos, melakukan perawatan pakaian dengan benar, sampai menyumbangkan pakaian yang tidak terpakai.


    Nah, kalau kita merasa nggak kreatif, tapi cinta lingkungan dan pingin mendukung gerakan sustainable, bisa tuh mulai sekarang cek lemari pakaian. 
    Kalau kata Diandra dari Komunitas Sadari Sedari, selama pakaian itu masih layak pakai alias nggak rusak, nggak bolong, nggak bernoda, dan tentunya nggak pernah kita pakai lagi, bisa kita sumbangkan ke orang-orang yang membutuhkan.
    Daripada dibuang terus jadi mencemari lingkungan, ya kan?


    5 komentar:

    Tira Soekardi mengatakan...

    wah baju dari jaket itu keren banget

    Nila Fauziyah mengatakan...

    Iya ya Mbak @Tira Soekardi saya aja nggak kepikiran

    Lisa Nopita mengatakan...

    Oh acara yg kamu datengin kemarin ini ya dek?

    Unknown mengatakan...

    Seruu banget ya kak

    Tira Soekardi mengatakan...

    makasih sharingnya

    Posting Komentar