Senin, 30 Mei 2016

Siapkan Nalar! Apakah Mala Benar-benar Indigo?


Cover novel Rumah Lebah

Judul Buku : Rumah Lebah (Rahasia di Balik Wajah-Wajah Asing)
Penulis : Ruwi Meita
Penerbit : Gagas Media
Cetakan Pertama : 2008
Tebal : X + 286 halaman
ISBN : (13) 978-979-780-228-8

Mari kita lihat identitas buku yang saya tulis di atas, buku ini terbitan tahun 2008. Tujuh tahun lalu? Terbitan lama dong? Yup, benar banget. Buku Rumah Lebah-nya Ruwi memang sudah lama terbit, sayangnya saya baru baca sekarang atau mungkin lebih tepatnya saya baru tahu kalau ada novel semacam ini yang kebetulan penulisnya orang lokal alias bukan terjemahan *miris. Tapi tak apa-apa, karena menurut saya buku ini cukup bagus untuk di-review. Dari genre bukunya, bisa dikatakan Ruwi termasuk penulis yang berbeda dengan penulis perempuan lainnya, yang kebanyakan mengambil genre romance, teenlit, young adult, atau fantasi.

Secara garis besar, genre buku ini horror. Detektifnya ada, horror psikologisnya ada, thiller-nya pun ada. Intinya isi buku ini cukup mengejutkan karena sejak awal penulis langsung mengajak pembacanya 'melihat' kejadian mengherankan. Mala, gadis kecil yang tiba-tiba berada di atas atap rumah. Bagaimana dia bisa berada di sana? Padahal saat itu sudah tengah malam, dan dia masih sangat kecil untuk bisa merangkak naik ke atap yang tinggi. Nawai dan Winaya, orang tua Mala, bahkan para tetangga bingung dibuatnya. Sampai-sampai Nawai dan Winaya terpaksa berbohong dengan mengatakan Mala mengalami 'penyakit' tidur sembari berjalan yang akhirnya mengantarkan dirinya sampai ke atap. Benarkah?

Ilustrasi: www.personal.psu.edu

Lalu, penulis meredam rasa penasaran pembaca dengan menyajikan cerita kehidupan keluarga Nawai setelah pindah ke Bukit Mata Kaki. Pada bagian tersebut panulis menggiring pembaca agar satu pemikiran yaitu memvonis Mala mengalami suatu 'penyakit' yang benar-benar serius. Ya, Mala si anak indigo. Begitu yang dikatakan Martha, satu-satunya teman cerita Nawai. Nawai pun tampak mulai goyah apakah Mala benar-benar anak indigo atau bukan, karena Mala selalu menyebutkan nama-nama asing yang dianggapnya sebagai teman khayalan.

Tante Ana, Abuela, si kembar, Willis, dan Satira. Mereka adalah 'hantu-hantu' yang selalu menemani keseharian Mala. 'Hantu-hantu' yang membuat Mala tampak berbeda dengan kebanyakan anak kecil lainnya. Mala yang begitu kaku, formal, tanpa banyak ekspresi, dan jenius, membuat anak-anak lain menganggapnya aneh, bahkan dulu ia sempat bermasalah dengan wali kelasnya yang dianggap 'gila' hormat.

Melompat beberapa bab, penulis mulai mengalihkan cerita Mala dengan kisah Alegra Kahlo, sang artis cantik yang nantinya akan menjadi pemeran utama dalam film yang diangkat dari buku best seller Winaya. Di sini saya sendiri agak bertanya-tanya, apa hubungannya antara konflik yang terjadi pada Alegra dengan kisah Mala dan Nawai? Lalu, kisah kematian Deni, si wartawan gosip yang sempat memeras Alegra, apakah memiliki benang merah dengan cerita awal dibuat oleh penulis? Tapi rupanya itulah hebatnya Ruwi Meita. Jujur, saya sampai berdecak kesal karena tidak berhasil menebak twist ending dalam novel ini. Mengenai 'penyakit' Mala, pelaku pembunuhan kematian Deni, sampai judul dari buku ini sendiri 'Rumah Lebah'. Apa rumah lebah? Siapa sang ratu lebah? Siapa sebenarnya para 'hantu' yang selalu disebutkan oleh Mala?


Ilustrasi: http://proxy-oq.deviantart.com/

Terlepas dari semua kekaguman saya terhadap buku ini. Rumah Lebah memiliki beberapa kekurangan yang terpaksa saya ungkapkan. Cerita pada bagian Nawai berada di rumah terlalu mendetail, sehingga alurnya berjalan begitu lambat dan sedikit membosankan. Lalu, ada gambaran dari novel ini yang kurang mendidik, yaitu membiarkan hubungan di luar nikah seperti yang terjadi pada Nawai dan Winaya, juga Alegra dan Rayhan.

Ketiga... setelah saya searching di internet, buku ini katanya kurang booming padahal ceritanya bagus bahkan nggak kalah sama buku-buku terjemahan. Dan jujur lagi, saya baru tahu Ruwi Meita membuat buku ini setelah saya membaca novel Misteri Patung Garam, tentunya karya Ruwi juga (Azzzz bagian ini bikin saya gemas).

Secara keseluruhan buku ini patut diacungi jempol karena permainan psikologisnya yang mantap!

1 komentar:

Wawan Desa mengatakan...

Membaca cerita psikologi butuh tenaga khusus, artinya pembaca harus dalam keadaan siap untuk membaca.
aku setelah baca review dari mbak Nila, sepertinya novelnya bener-bener menarik untuk dibaca. pengalaman tidur sambil berdiri pernah dialami juga dikeluarga ku.. next aku cari bukunya deh.. mudah-mudahan masih ada.. hehe

Posting Komentar